Sekitar sebulan yang lalu,
kita belajar matematika komposisi. Pada dasarnya alasan gue nggak suka sama
matematika karena gue nggak ngerti. Waktu itu kita dikasih tugas, soalnya bu
guru mau pergi ke menghadiri apaaa begitu (Horee!). bisa dibilang ini adalah
hari emas milikku dan milik teman- temanku. Karena sepanjang gue di ajar (2
tahun) Cuma satu kali (dua dengan ini) guruku ini nggak masuk. Bravo! *tepuk
tangan.
Nah, seperti yang kita ketahui. Anak- anak kalau gurunya
ngga masuk girang banget. Mereka sangat memanfaatkan kesempatan emas itu, ada
yang main laptop, hape, tidur, makan, baca novel dan komik. Dan hanya
segelintir anak yang kerja tugas itu.
Karena gue udah paham dikit tentang matematika komposisi
ini, gue mencoba untuk mengerjakan. Walaupun gue nggak yakin. Siapa tahu
jawaban gue beruntung. Ha!
Terus belok ke kantin. Gue mulai cakar- cakar nggak jelas
di kertas. Ada sih, beberapa temanku yang bergerombol untuk mengerjakan. Tapi
perlu dicatat ya, mereka sudah pada ngerti banget. Udah usaha sih, mencoba
masuk ke gerombolan mereka. Tapi, gue hanya bisa menatap bingung. Dan nggak ada
seorang pun yang mau jelasin. Gue pun kembali ke bangku, menatap soal, contoh
soal dan kertas bergantian.
Seperti mendapat secercah cahaya, gue mulai menulis. Saat
itu ada temanku (cewek) yang lihat ke gue dan jawaban gue. Trus gue bilang
kalau gue belum selesai jawab. Nggak lama, dia panggil cowok yang
boleh-dibilang-pintar-matematika-lah dengan maksud bercanda, dan berkata “Q,
sini! Lihat deh, Nabila sudah”. Dia menoleh sebentar dan menatap gue dengan
tatapan ngga percaya. Tapi, gue balik menatap dengan tatapan yakin.
Dia berjalan ke arah gue. Dan gue sok-sibuk-menulis.
Melihat kertas gue yang masih ambaradul walau sudah ada jawabannya, dia Merasa
dibohongi karena sudah dipanggil. Dia jadi kesal dan ngomong kasar ke gue “sambala’!”
(bahasa Makassar yang artinya anak kurang ajar). Setelah si Q ngomong begitu si
cewek ini ketawa menjatuhkan. Dan dia pikir itu lucu. Ha-ha. Lucu.
Seumur- umur gue tinggal di Makassar, nggak
pernah ada yang bilang kayak gitu ke gue. Lah, ini baru juga anak pindahan dari
luar kota ngomongnya sudah begitu. Karena gue tadi sok cuek dengan
kedatangannya, gue pura- pura nggak dengar apa yang dia bilang. Gue hanya bisa
menatap si cewek ini dengan kesal tingkat dewa dan ngomong “daripada kamu,
nggak ada yang kamu kerja.”
Gue benci campur malas mengakui, kalau mau ulangan dia
ajarin gue sama beberapa teman gue. Tapi ngga usah sombong kali. Kemudian gue
pun berdoa khusyuk dalam hati.
Satu bulan kemudian. Tepatnya di Minggu pertama bulan
April. Kita kembali belajar matematika. Tapi, sudah bukan komposisi lagi. Ini
tentang Limit. W-O-W.
Teman
duduk gue kan pintar matematika tuh, tapi dia nggak sombong. Malah baiiikk..
banget ajarin gue matematika. Nah, si Q itu, mau duduk dideretan bangku gue.
Supaya bisa ngerjain matematika bareng sama teman gue pas dikasih soal. Dan, anyway...
ketika kita dikasih soal, gue lihat si Q ini nggak bisa kerjain tuh soal.
Ha-ha-ha. Malah otaknya buntu. Entah karena dia punya masalah atau bagaimana.
Yang jelasnya dia nggak bisa kerjain tuh soal.
Kemudian gue merasa flashback dengan doa gue sebulan yang
lalu. Doaku terkabul.
No comments:
Post a Comment