Maaf ya, kalau ceritanya begini. soalnya baru pertama kali buat cerpen yang selesai. Sampai- sampai aku bingung mau kasih judulnya apa. Hehehe...
Aku memandang punggung temanku
dari kejauhan. Sambil menghela nafas panjang, aku kembali menundukkan
pandanganku ke arah tugas yang belum ku selesaikan. Berusaha terlihat sibuk
agar aku bisa mendengarkan percakapan temanku.
“Eh, nonton yuk sepulang
sekolah. Ditraktir sama Mika lho.”
“Mau, mau! Tumben, ada apa?”
tanya Raya
“Dia sweet seventen..” jawab
Fajar sambil merapikan rambutnya.
“Tapi, sepertinya aku udah ada
janji dengan Kamil deh” kata Raya mengingat- ngingat.
“Jadi? Nggak jadi nih? Ayo
dong, jarang- jarang lho kita nonton bertiga. Kamil kamu ajak aja”
“Ehm.. gimana ya. Aku tanya
Kamil dulu ya..” jawab Raya kembali menuju ke bangkunya.
“Nay...”
“Ehm”
“Aku bingung”
“Bingung kenapa?” tanyaku sok
tidak tahu.
“Menurut kamu, aku lebih baik
pergi sama Kamil atau sama Mika dan Fajar?”
Aku terdiam. Ku kira dia akan
bertanya apakah aku mau ikut atau tidak. Ternyata...
“Ha? Engg... mending sama
Kamil saja. Kan kamu lebih janji duluan sama dia”
“Tapi, aku nggak tega sama
mereka” jawab Raya sambil melihat ke arah Mika.
Tanpa memberikan jawaban aku
menutup muka ku dengan buku.
“Nay, bangun!” kata Raya
setengah berteriak di telingaku sambil memukul- mukul pundakku. “Sudah satu
pelajaran yang kamu lewatkan. Kapan kamu mau bangun?”
Aku hanya membuka mataku
sedikit, lalu tertutup lagi.
Terdengar suara bangku di
depanku bergeser. Seseorang telah duduk.
“Raya, gimana? Kamil jadi
nggak?”
Ternyata Mika.
“Nggak jadi. Nay gimana? Boleh
ikut nggak?”
Mendengar namaku disebut
ngantukku langsung hilang. Tapi mataku tetap dalam keadaan tertutup. Namun, aku
tidak mendengar jawaban dari Mika.
Pelajaran ketiga, aku baru
membuka mataku. Silau.
“Aku kira kamu nggak bakalan
bangun”
Aku membalasnya dengan
tersenyum kecil.
“Mau ikut nggak?” tawar Raya
“Kemana? Sama siapa?” tanyaku
sok bingung.
Raya memutar bola matanya.
“Sama Mika dan Fajar”
Aku membetulkan jilbabku yang
sudah rapi.
“Nggak ah. Kamu saja yang
pergi” sambil berusaha agar suaraku tidak terdengar sinis.
“Kenapa?”
“Aku.. mau kerja tugas”
jawabku sambil cengengesan.
Dia hanya manggut- manggut.
............................................
Aku menatap langit- langit
kamarku. Sambil berusaha mencari tahu penyebab kejadian di sekolah tadi. Apa
aku terlalu aneh untuk diajak? Tapi bukannya beberapa hari yang lalu kami bersama-
sama?. Pikiran- pikiran negatif mulai berperang di kepalaku. Kenapa aku nggak
diajak langsung sama Mika? Kenapa harus lewat Raya? Sesulit itukah aku diajak
sehingga harus lewat Raya? Dan teman yang baik tidak akan seperti itu. Tapi
walaupun diajak, aku juga nggak bakalan mau ikut kok!. Aku menutup pembicaraan
di kepalaku dengan menutup muka ku dengan bantal kura- kura.
................................................
“Kita tunggu siapa lagi? Kita
kan sudah bertiga” tanya Raya.
“Nay...” jawab Mika sembari
melihat ke arah kerumunan orang- orang.
“Dia nggak bakalan datang”
jawab Raya sinis.
Spontan Mika dan Fajar melihat
ke arah Raya.
“Hah? Kenapa?!” kali ini Fajar
yang angkat bicara.
“Karena dia nggak suka nonton!
Kalian kenapa sih?” tanya Raya kesal.
“Kamu bilang nggak sama Nay?!”
suara Mika mulai meninggi
“Iya!” balas Raya dengan suara
tidak kalah tinggi.
“Dengan alasannya?” tanya
Fajar
“Alasan? Alasan apa?” suara
Raya mulai terdengar gugup.
“Jadi, kamu nggak kasih tahu
alasan kenapa kita nggak bilang langsung sama dia?!” Fajar mulai emosi.
Raya hanya bisa terdiam.
“Kamu sengaja ya biar Nay
nggak ikut sama kita?!” tanya Mika marah.
“Jawab Ray, jawab!” Mika mulai
mengguncang- guncangkan bahu Raya.
Beberapa orang yang lalu
lalang mula melihat ke arah kami. Merasa risih, Mika menarik Raya di tempat
sepi. Diikuti oleh Fajar.
“Kamu kan udah tahu aku suka
sama Nay? Aku mau bikin kejutan buat dia” Suara Mika mulai bergetar.
“Aku nggak mau Nay, menjadi
milikmu.”
“Maksud kamu?” amarah Mika
mulai berubah menjadi kebingungan.
“Nay itu milikku”
.............................................................
No comments:
Post a Comment