Kura- kura dan siput telah bersahabat sejak kecil dan sangat menyayangi
satu sama lain. Ketika salah satu dari mereka pergi, yang lain tidak dapat
tidur, melainkan tetap terjaga, menunggu kapan sahabatnya akan kembali.
Walaupun
sebagai anak- anak mereka melakukan segalanya bersama- sama, pekerjaan mereka
ketika dewasa sangat berbeda. Kura- kura telah menjadi seorang petani, dan
tidak melakukan hal lain selain menanam padi; siput, sebaliknya, telah menjadi
seorang pedagang, dan mempunyai banyak tempat berdagang di seluruh bagian
negeri.
Walaupun
siput bahagia dengan pekerjaannya sebagai seorang pedagang, dan selalu mampu
membeli semua makanan yang dia perlukan, dia ingin mengerjakan apa yang dikerjakan
kura- kura. Ketika dia melihat kura- kura memeriksa ladangnya yang penuh dengan
padi yang menguning, dia memikirkan kepuasan yang pasti muncul karena telah
menanam makanan sebaik itu. Tidak ada kepuasan semacam itu dalam berdagang,
yang Cuma mengandung satu kepuasan, yaitu menghasilkan uang yang lebih banyak
dan lebih banyak lagi. Siput tahu bahwa itu bukanlah sebuah kepuasan yang dapat
bertahan selamanya, maka dia pun pergi menjumpai Kura- Kura dan mengatakan
kepadanya mengenai mimpinya untuk menjadi seorang petani.
“Jika
kamu memberiku beberapa butir benih padi,” katanya kepada temannya, “maka aku
akan mampu menanamnya di sebuah ladang kecil milikku.”
Kura-
Kura curiga atas permintaan Siput. Dia bertanya- tanya mengapa Siput ingin
menanam padi, sednagkan dia cukup kaya untuk membeli seluruh padi yang dia
inginkan. Apakah mungkin karena Siput berusaha membuktikan bahwa dirinya lebih
pintar daripada Kura- Kura? Jika benar begitu, ini adalah cara buruk
memperlakukan seorang teman dan bukanlah sebuah permintaan yang akan dia
penuhi.
“Aku
akan memberimu beberapa benih jagung untuk ditanam,” ujarnya kepada Siput.
“Kembalilah besok dan jangung itu akan kusiapkan untukmu.”
Siput
meninggalkan rumah Kura- Kura, bahagia bahwa rencananya untuk menjadi petani
tampaknya berjalan dengan baik. Yang tidak diketahuinya, adalah saat dia pergi,
Kura- Kura telah mengambil segenggam biji jagung dan memasukkannya ke dalam air
mendidih. Dia meninggalkannya hingga biji tersebut benar- benar mendidih. Kura-
Kura tahu bahwa dalam keadaan seperti ini, biji tersebut tidak akan bertunas
dan ladang Siput tidak akan menumbuhkan apa- apa kecuali rumput.
Siput
menanam benih ini ketika hujan pertama turun. Hujan turun dengan bagus tahun
itu, dan pada ladang Kura- Kura, hasil panen tumbuh tinggi dan besar. Orang-
orang lain juga memilii panen yang bagus, kecuali Siput, yang menghabiskan
waktunya untuk menyiangi rerumputan dan memeriksa tanah untuk melihat mengapa
tanamannya tidak dapat tumbuh. Kura- Kura tidak berkata apa- apa mengenai
kegagalan tanaman Siput, walaupun dalam hati dia tertawa. Ketika Siput
mengatakan kepadanya bahwa tahun berikutnya dia akan mencoba tanah baru, Kura-
Kura hanya mengangguk.
“Aku
akan memberimu benih yang bagus,” katanya. “Mereka pasti akan tumbuh tahun
depan.”
Siput
menanam benih baru yang diberikan Kura-Kura kepadanya. Hujan turun lebat lagi
tahun itu dan banyak tanaman yang tumbuh di seluruh negeri, tetapi ladang Siput
hanya ditumbuhi rerumputan. Kura- kura menunjukan rasa simpati dan mengajukan
saran- saran mengenai bagaimana Siput dapat meningkatkan kemampuan bertaninya.
Siput kini merasa curiga pada benih yang diberikan Kura- Kura, dan ketika pada
tahun beriutnya Kura- Kura kembali memberinya benih jagung, dia membawanya
kepada Kelinci Hutan. Kelinci Hutan memerhatikan benih tersebut dan
menggelengkan kepala.
“Benih
ini telah direbus,” jelasnya. “Ini hanya enak untuk dimakan. Nah, coba cicipi.”
Siput
mengambil salah satu benih jagung dan meletakkannya di mulutnya. Benih tersebut
memiliki segala kelembutan jagung rebus dan pengkhianatan temannya terasa pahit
di mulutnya. Siput memutuskan bahwa dirinya harus membalas dendam epada Kura-
ura. Siput pergi menemui ibunya, dan meminta ibunya agar berpura- pura
meninggal. Kemudian, dia pergi menemi Kura- Klura untuk membantu dirinya
mengubur sang ibu. Kura- kura segera menghiburnya, dan berkata betapa sedih
kehilangan seorang ibu.
Para
Siput mengubr ibu- ibu mereka di tempat- tempat tertentu, dan menujuu salah
satu tempat inilah mereka membawa apa yang Kura- kura sangka sebagai jasad ibu
Siput. Sesungguhnya, jasad tersebut tidak lebih dari sebatang pohon pisang yang
terbungkus daun, dan air mata yang mengalir di mata Siput bukanlah air mata
sungguhan.
Kemudian, Siput meminta Kura- ura untuk datang dan berdoa bersamanya di makam
tersebut, yang terletak di depan sebuah sema kecil. Kedua hewan itu mengucapkan
doa mereka dan kemudian, yang sangat mengejutkan Kura- Kura, mereka melihat
uang berjatuhan di hadapan mereka.
“Ini
dari ibuku,” ujar Siput. “Jika kamu berdoa di makam ibumu, ibumu pun akan
memberimu uang.”
Kura-
Kura memercayainya. Dia tidak melihat ibu Siput bersembunyi di semak- semak,
dan dia tidak mendengar ibu Siput terkikik saat dia melemparkan uang itu ke
hadapan mereka. Kata- Kata Siput melekat dalam pikirannya selama sisa hari itu,
dan pada malam hari dia pun menyusun rencana.
Keesokan
paginya Kura- Kura tiba di rumah ibunya, tampangnya sangat sedih.
“Mengapa
kamu begitu sedih?” tanya ibunya. “Adakah sesuatu yang buruk menimpamu?”
Kura-
Kura menggelengkan kepalanya. Kemudian dia menatap ibunya dan berkata
marah.
“Mengapa
ibu masih hidup?” dia bertanya. “Apakah Ibu berharap au meninggal sebelum
dirimu?”
Ibu
Kura- Kura terejut atas pertanyaan ini, tetapi dia menjawab dengan
tenang.
“Aku
rasa sekarang belum tiba waktuku untk meninggal,” ujarnya. “Belum ada
perlunya.”
Kura-
Kura menjadi lebih marah. “Tetapi bukankah Ibu lebih tua daripada ibu Siput
yang sudah meninggal?” dia berteriak. “Memangnya Ibu berharap untuk hidup
selamanya?”
“Tidak
selamanya,” jawab ibu Kura- Kura. “Au ingin hidup hanya hingga aku telah
memakan semua makanan yang seharusnya kumakan.”
Ketika
dia mendengar jawaban ini, Kura- Kura bergegas pergi. Beberapa jam emudian dia
kembali, membawa dua puluh keranjang maanan dan dua puluh ember air. Dia
meletakkan bawaan ini di hadapan ibunya dan menyuruhnya untuk makan dan minum
karena jumlah makanan dan minuman ini kurang lebih sama dengan semua yang akan
diberikan alam untuk dia konsumsi sampai akhir hayatnya.
“Tetapi
aku tidak lapar,” ujar ibunya. “Jadi kamu harus pergi, dan bawalah makanan
tersebut ke tempat lain.”
Jawaban
ini membat Kura- Kura marah. Dia mengangkat sebah tongkat yang tergeletak di
dekatnya dan memukulkannya dengan keras pada kepala ibunya. Ibnya pun
meninggal.
Siput
membantunya membawa jasad ibu Kura- Kura ke kuburannya. Kemudian, berdiri di
depan makam, Kura- Kura mulai berdoa. Tida ada uang yang jatuh. Kura- Kura
memandang kepada Siput. Siput pun tertawa.
-Alexander McCall Smith-
No comments:
Post a Comment