Dongeng: Gadis yang tinggal dalam sebuah gua
Seorang
gadis yang hanya memiliki seorang saudara laki- lakinya menyukai tempat tinggal
dirinya dan orangtuanya. Ada sebuah sungai di dekatnya, tempat dia bisa
mengambil air, dan tempat para hewan ternak keluarga tersebut menikmati
rerumputan manis yang tumbuh di sepanjang tepi sungai. Pondok- pondok mereka
terlindung dari terik matahari oleh dedaunan lebar yang rimbun dari pepohonan,
dan pada malam hari akan betiup nan dingin dari bukit, yang membuat mereka
merasa sejuk. Para pengelana, yang singgah untuk meminta air dari calabash
(sejenis labu manis yang dikosongkan isinya dan kemudian dikeringkan bisa
digunakan sebagai wadah tempat air) milik keluarga itu, akan berkata betapa
daerah mereka sendiri begitu kering dan berdebu.
Kemudian
terjadilah suatu hal yang buruk, yang merusak kebahagiaan keluarga tersebut.
Sang gadis pergi mengambil air di sungai dan sedang berjalan kembali ke
pondoknya dengan membawa calabash besar di atas kepalanya. Tiba- tiba dia
merasa tahu bahwa dirinya sedang diikuti. Awalnya dia tidak melakukan apa pun,
tetapi kemudian, ketika perasaan itu makin kuat, dia berbalik dan melihat apa
yang ada di belakangnya. Tidak ada apa- apa, walaupun rerumputan yang tinggi
bergerak dan terdengar suara gemerisik, mirip suara yang ditimbulkan oleh
sesuatu yang berlari melintasi semak- semak.
Gadis itu melanjutkan
perjalanannya. Setelah berjalan beberapa langkah, dia mendengar lagi sebuah
suara. Kali ini dia berbalik lebih cepat, menjatuhkan wadah airnya ke tanah.
Ada seorang lelaki dibelakang dirinya, merangkak, sebagian badannya berjalan di
rerumputan, sebagian lagi nampak jelas.
Gadis itu merasa takut saat
melihat lelaki itu, tetapi dia berusaha tidak menampilkan rasa takutnya. Lelaki
itu tersenyum kepadanya, dan berdiri.
“Janganlah kamu takut kepadaku,”
ujarnya. “Aku hanya berjalan diatas
rumput.”
Gadis itu tidak mengerti mengapa
seorang lelaki memilih berjalan di rumput, tetapi dia tidak berkata apa- apa.
Lelaki itu menghampirinya dan menjulurkan tangan untuk menyentuhnya.
“Kamu adalah gadis yang baik dan
gemuk,” ujarnya.
Gadis itu kini merasa gugup dan
menjauh dari uluran tangan lelaki itu.
“Rumah ayahku tidak jauh lagi,”
kata gadis itu. “Aku dapat melihat asap dari perapiannya.”
Lelaki itu memandang ke arah
pondok- pondok itu.
“Kalau begitu,” sahutnya, “Aku
dapat pergi bersamamu menuju rumah ayahmu agar aku bisa meminta sedikit
makanan.”
Gadis itu berjalan di depan lelaki tersebut dan segera
mereka tiba di serangkaian pondook yang melingkari sebatang pohon. Di sana
lelaki asing itu menunggu di gerbang sementara si gadis memasuki pondok dan
berkata kepada ayahnya bahwa di sana terdapat seorang lelaki yang yang ingin
meminta sedikit makanan. Sang ayah keluar, memanggil lelaki itu, dan
mengundangnya untuk duduk di salah satu
batu di bawah sebatang pohon. Makanan pun disiapkan oleh ibu si gadis dan
diberikan kepada lelaki tersebut. Dia menerimanya, dan menaruh semuanya
sekaligus ke dalam mulutnya. Kemudian dia menelannya, dan seluruh makanan itu
pun lenyap. Gadis itu belum pernah melihat seorang lelaki makan dengan cara seperti
itusebelumnya dan bertanya- tanya mengapa dia sangat kelaparan seperti itu.
Setelah lelaki itu makan, dia berdiri dan mengucapkan
selamat tinggal kepada sang ayah. Dia memerhatikan sekelilingnya sebelum pergi,
seakan mencoba mengingat bagaimana wajah keluarga tersebut dan apa saja yang
mereka miliki. Kemudian dia pergi dan segera tertutupi oleh rerumputan tinggi
yang tumbuh di situ.
Gadis itu bergegas berdiri di
samping ayahnya.
“Itu tadi adalah lelaki yang
sangat jahat,” ujar sang ayah. Aku sangat menyesal dia mengunjungi tempat ini.
Sang ayah menggelengkan
kepalanya dengan sedih.
“Sekarang, karena dia telah
kemari,” tambahnya, “maka kita harus pergi. Aku akan menyuruh saudara laki-
lakimu untuk mengumpulkan alas tidurnya dan bersiap- siap agar kita pergi ke
tempat lain.”
Gadis
itu tidak memercayai bahwa keluarga tersebut akan meninggalkan tempat yang
telah mereka tinggali selama ini dan yang sangat dia cintai. Dia berusaha
membujuk ayahnya untuk tetap tinggal, tetapi sang ayah sangat yakin bahwa mereka
berada dalam bahaya besar jika tetap tinggal di sana.
“Lebih baik pergi sekarang,” kata ayah, “daripada
menyesal kemudian.”
Gadis itu menangis, tetapi air
matanya tidak diacuhkan oleh ayahnya. Segera saja sang ayah mengangkut seluruh
barang milik keluarga itu di punggungnya dan memanggil yang lain untuk
mengikutinya.
“Aku tidak akan mengikuti ayah,”
ujar gadis itu pasti. “Aku telah bahagia di tempat ini dan tidak melihat alasan
untuk pindah.”
Ibu gadis itu memohon agar si
gadis ikut pergi, tetapi gadis itu menolak. Akhirnya, ayahnya jadi tidak sabar.
“Jika kamu harus tetap di sini,”
ujarnya, “setidaknya kamu harus pergi dan tinggal dalam sebuah gua di sisi
bukit. Ada sebuah tempat disana yang memiliki sebuah batubesar yang dapat
digunakan sebagai pintu. Pada malam hari kamu harus menggeser batu itu dan tak
membiarkan seorang pun memasuki gua.”
Gadis itu menyetujuinya karena
dia mengetahui gua tersebut. Gua itu nyaman dan sejuk, dan dia merasa akan
bahagia di sana. Setelah anggota keluarga yang lain menghilang di sepanjang
jalan setapak yang mengarah ke tempat baru mereka, dia membawa alas tidur dan
semua periuknya ke dalam gua dan menyusunnya di bagian belakang gua. Kemudian,
karena hari mulai gelap, dia menggeser batu itu agar menutupi pintu gua. Di
dalam gua tersebut gelap gulita, tetapi gadis itu merasa aman dan dia pun tidur
nyenyak pada malam pertamanya di sana.
Keesokan
harinya, saudara laki- laki gadis itu mengunjunginya, untuk melihat bagaimana
keadaannya. Dia menceritakan tentang betapa nyamannya berada di dalam gua dan
betapa lelap tidurnya semalam.
“Aku aman di sini,” jelasnya.
“Batu itu menutupi mulut gua dan aku tidak akan membukanya untuk siapa
pun. Jika kamu datang, kamu harus
menyanyikan lagu ini dan aku akan tahu bahwa kamu datang.”
Gadis itu kemudian menyanyikan
sebuah lagu pendek, yang didengarkan oleh anak lelaki itu. Saudaranya pun
mengingat lirik tersebut di dalam kepalanya karena dia berencana mengunjungi gadis
itu di malam hari untuk memastikan bahwa saudarinya aman dan batu itu berfungsi
sebagai pintu yang cukup kuat.
Sore itu, saat dia kembali, hari
sudah mulai gelap. Saat mendekati gua, dia menyanyikan lagu yang telah
diajarkan gadis itu:
Ada sebuah batu di sini dan gua tampak gelap; Bukalah gua
ini, saudariku, dan izinkan aku masuk.
Saat gadis itu mendengar lagu tersebut, dia langsung tahu
bahwa saudaranya berada di luar gua. Dia mendorong batu tersebut dan
menggesernya ke sisi yang lain. Saudara lelakinya puas setelah mengetahui bahwa
lagu itu berfungsi dengan baik dan saudarinya selamat. Dia memberikan makanan
yang dibawanya dan kemudian berpamitan.
“Pastikan bahwa kamu menggeser
batu itu kembali setelah aku pergi,” pesannya.
“Aku akan mengingatnya,” ujarnya
saudarinya. “Seorang gadis tidak dapat tinggal dalam gua seperti ini sendirian
kecuali dia memiliki sebuah batu sebagai pengaman.”
Saudara
lelaki itu datang kembali hari berikutnya, dan hari setelahnya. Apda
kunjungannya yang ketiga, ada sesuatu yang membuatnya khawatir. Tidak jauh dari
gua itu, dia memerhatikan adanya jejak kaki di tanah dan tak jauh dari situ
tergeletak sebatang tulang yang telah dikunyah. Dia mengambil tulang itu dan
mengamatinya. Siapa pun yang telah memakannya pasti memiliki nafsu makan yang
besar karena giginya yang telah menusuk sampai menembus tulang untuk
mengeluarkan sumsumnya. Jejak kai itu juga berukuran besar, dan pemandangan
tersebut membuat saudara lelaki itu merasa tidak nyaman.
Dia tiba di muka gua dan mulai
menyanyikan lagunya. Saat melakukannya, dia memiliki perasaan aneh seakan ada seseorang yang telah memerhatikan
dirinya. Dia berbalik, tetapi yang dia lihat hanyalah angin yang bertiup
melalui rerumputan kering dan seekor burung pelatuk hijau yang mengitari
langit. Dia menyelesaikan lagu itu, dan si gadis pun menggeser batu untuk
memberi jalan bagi saudara lelakinya untuk memasuki gua.
“Aku ingin kamu datang dan
tinggal bersama keluargamu lagi,” pintanya kepada gadis itu. “Kami sedih karena
kamu tidak bersama kami.”
“Aku juga sedih,” jawabnya.
“Tetapi aku terlalu mencintai tempat ini hingga tak sanggup untuk
meninggalkannya. Mungkin suatu hari ayahku akan memutuskan untuk kembali
kemari.”
Anak lelaki itu menggelengkan
kepalanya. Dia tahu bahwa ayahnya tidak akan kembali karena ayahnya telah
menyukai tempat yang dia datangi. Segera kenangan mengenai tempat ini akan
menghilang dan keluarga itu tidak akan membahas tentangnya lagi.
Anak lelaki itu makan bersama
saudarinya dan kemudian pergi. Saat pergi, dia kembali merasa bahwa seseorang
memerhatikan dirinya. Tetapi sekali lagi yang dia dia lihat hanyalah angin dan
seekor ular kecil yang bergerak seperti anak panah hitam melintasi dedaunan
kering di tanah.
Lelaki
yang menyebabkan keluarga itu meninggalkan tempat tersebut adalah seorang
kanibal. Sekarang dia telah mendengarkan anak lelaki itu menyanyikan lagu
khusus kepada saudarinya di dalam gua dan dia telah menghafalkan liriknya. Di
bawah sebuah pohon besar yang tidak jauh letaknya, dia berlatih lagu yang dinyanyikan
anak lelaki tadi. Suaranya terlalu kasar, dan dia menyadari bahwa tak akan ada
satu gadis pun yang cukup bodoh untuk memercayai bahwa itu adalah suara adik
lelakinya.
Kanibal itu menemukan cara untuk menghadapi masalah ini.
Dia menyalakan api, dan di atas api itu dia meletakkan beberapa batu. Kemudian,
setelah batu- batu ini membara, dia meletakkan batu- batu itu ke dalam mulutnya
dan membiarkannya membakar organ- organ tenggorokan yang menghasilkan suara.
Setelah beberapa menit, dia meludahkan batu- batu tersebut dan mencoba
bernyanyi lagi. Batu- batu itu telah bekerja dengan baik, seperti yang
diharapkannya, dan kini suaranya selembut suara anak lelaki tadi.
Di dalam gua, gadis itu tengah
bersiap- siap untuk tidur di alas tidurnya saat dia mendengar saudaranya
bernyanyi di luar gua. Mengejutkan baginya bahwa saudaranya kembali begitu
cepat, tetapi kemudioan dia ingat bahwa saudaranya telah meninggalkan calabash di dalam gua dan mungkin
kembali untuk mengambilnya.
“Aku datang,
saudaraku,” sahut gadis itu. “Batu itu akan bergerak dan memberimu jalan
masuk.”
Saat mulut gua setengah terbuka, gadis itu
menyadari bahwa bukan saudaranya yang berdiri di luar gua. Saat dia melihat
kanibal itu, jantungnya berdegup ketakutan, dan dia berjuang untuk menggeser
batu itu kembali. Kanibal itu terlalu cepat dan telah menangkapnya sebelum dia
dapat menutup mulut gua.
Gadis
itu berteriak saat kanibal tersebut mengangkatnya dan mulai mengikat tangan dan
kakinya menggunakan tali yang dibawanya. Kemudian, setelah dia terikat kuat,
kanibal itu menuju sebuah tempat yang tak jauh letaknya dan mulai membuat
perapian untuk memasak gadis itu dan kemudian memakannya. Saat dia membuat
perapian, dia menyanyikan sebuah lagu khusus, jenis lagu yang dinyanyikan para
kanibal, yang menceritakan bagaimana seorang kanibal malang yang kelaparan
telah menemukan seorang gadis gemuk di dalam sebuah gua.
Gadis itu menangis
tersedu- sedu memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Dia menangis untuk
ayah dan ibunya, yang tak akan dijumpainya lagi, dan dia menangisi kebodohannya
yang mencoba untuk tinggal di tempat yang berbahaya. Melalui air matanya, dia
menyanyikan sebuah lagu sedih, mengenai bagaimana seorang gadis yang tinggal di
dalam gua telah ditangkap oleh seorang kanibal yang kejam.
Anak lelaki itu merasa ada sesuatu yang mengganjal
dalam perjalanannya ke rumah, maka dia kembali ke gua. Kini dia sedang
bersembunyi di rerumputan, mendengarkan lagu sedih saudarinya. Saat dia melihat
kanibal itu membungkuk di atas perapian, anak lelaki itu bergegas maju dan
mendorongnya ke dalam api. Berbagai macam kulit yang dikenakan kanibal itu pun
segera terbakar api dan dia berlari tunggang langgang, sambil mengeluarkan
teriakan ganjil.
Anak
lelaki itu melepaskan ikatan saudarinya dan kemudian mengantarnya ke tempat
baru ayahnya. Malam itu, sang gadis mengatakan kepada ayahnya apa yang telah
terjadi. Dia khawatir akan keputusan anaknya, tetapi kini dia lega bahwa anaknya
selamat. Dia juga lega mendengar bahwa kanibal itu telah pergi, yang berarti
keluarga itu dapat kembali ke tempat yang telah membuat mereka sangat bahagia,
dan gadis itu tahu mereka akan bahagia kembali.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete